Rangkaian
kereta api terdiri dari minimal dua unit kendaraan untuk bisa melayani
angkutan penumpang atau barang. Hanya bis rel yang bisa beroperasi
dengan hanya satu unit kendaraan. Unit yang ada dalam rangkaian kereta
api adalah lokomotif, kereta dan / atau gerbong.
Karena
rangkaian kereta api tediri lebih dari satu kendaraan maka perlu ada
perlengkapan yang menjamin keselamatan perjalanan rangkaian kereta
tersebut. Perlengkapan tersebut yang pokok adalah alat tolak-tarik, alat
penyambung saluran pengereman dan alat penyambung saluran listrik.
Alat Tolak Tarik
Dinamakan
alat tolak tarik karena berfungsi sebagai alat tarik pada saat
rangkaian kereta api ditarik lokomotif, dan berfungsi sebagai alat tolak
pada saat kereta atau gerbong didorong oleh lokomotif. Dua fungsi ini
ada yang dibuat terpisah dan ada juga yang dibuat dalam satu alat. Perlu
dibedakan juga antara alat tolak tarik dengan celah pada penyambungan
dan alat torak tarik tanpa celah.
Alat
tolak tarik lama yang digunakan di Indonesia adalah ganco seperti yang
diperlihatkan pada foto disamping. Pada alat tolak tarik ini ada celah,
dan hubungan antara kendaraan tidak tegang. Akan terjadi benturan arah
maju atau mundur pada saat kereta api berjalan. Untuk mengurangi
hentakan pada arah maju dan mundur, pada bagian alat tolak tarik diberi
pemegasan, tugas menolak dilakukan oleh buffer ditengah dan tugas
menarik dilakukan oleh pengait.
Ganco bisa dibuat di Balai Yasa
dari bahan baja dengan proses tempa. Kehandalan alat torak tarik ini
relatif rendah sehingga banyak kejadian rangkaian putus dalam
perjalanan. Rangkaian putus terutama terjadi pada rangkaian kereta api
barang dengan beban rangkaian yang relatif tinggi.
Pada
waktu jalan rel NIS dengan lebar sepur 1435 masih beroperasi (misalnya
dulu pada lintas Semarang-Solo), digunakan alat tolak tarik terpisah
seperti pada jalan rel di Eropa yang diperlihatkan pada foto disamping
(keaslian bentuk fisiknya hanya tampak pada buffer disisi kiri dan kanan
saja, sementara bagian tengahnya telah diganti dengan model automatic
coupler). Penyambungan kendaraan dengan alat tolak tarik ini lebih sulit
dan membutuhkan ketangkasan. Pada saat kendaraan terdorong maka buffer
dan buffer akan saling berhimpitan, dan pada saat tersebut alat tarik
(bagian tengah antara buffer) harus dikaitkan dan lalu dikencangkan.
Pada alat tolak tarik ini hubungan antar kendaraan dibuat tegang
sehingga tidak akan terjadi hentakan pada arah maju dan mundur antara
kendaraan.
Saat ini alat tolak tarik yang banyak digunakan di Indonesia adalah alat kopler otomatis (Automatic Coupler) seperti yang
diperlihatkan pada foto disamping. Kenapa dinamakan otomatis, karena
cara penyambungan dua kendaraan hanya dilakukan dengan mendorong
kendaraan tersebut saling mendekat dan membenturkan satu sama lain maka
sambungan sudah terjadi. Alat tolak dan tarik ditempatkan menjadi satu
kesatuan. Alat penting pada tugas menarik dan menolak dinamakan “cnucle”
dan alat ini akan aus karena gesekan. Namun sambungan pengereman dan
listrik tetap harus dilakukan secara manual.
Pada bagian belakang
dari kopler otomatis dipasang peredam dari karet sehingga benturan
antara kendaraan dapat diredam. Bagian yang harus diganti pada periode
tertentu hanya “cnucle”. Bagian lainnnya mendapat pemeliharaan pada saat
kereta atau gerbong menjalani perawatan di Balai Yasa.
Pada
kereta api yang mengangkut batu bara di Sumatera Selatan, membongkar
muatan dilakukan dengan cara memutar gerbong satu persatu sehingga
isinya ditumpahkan. Agar gerbong dapat diputar satu per satu maka
sambungan antar gerbong harus dilengkapi dengan bagian yang bisa
diputar. Hal ini tentunya akan lebih memudahkan dalam proses
mengeluarkan isi gerbongnya yaitu batu bara, dan siap dipindahkan ke
moda angkutan yang lain lagi untuk dibawa ke tempat tujuan akhir.
Untuk
memudahkan penyambungan sehingga tidak diperlukan lagi tenaga manusia
pada proses penyambungan dikembangkan alat tolak tarik otomatis tunggal.
Pada alat tolak tarik ini disamping terjadi sambungan mekanis juga ada
sambungan antara saluran udara dan listrik (untuk model yang ini belum
ada fotonya). Pada alat tolak tarik ini pada sambungan juga tidak ada
celah sehingga tidak terjadi hentakan pada arah maju dan mundur.
Beberapa rangkaian kereta api di Indonesia juga sudah menggunakan alat
tolak tarik tanpa celah.
Rantai Pengaman
Pada
waktu masih digunakan alat tolak tarik ganco, perlu ada alat penyelamat
tambahan untuk mengurangi dampak buruk jika rangkaian putus. Alat
penyelamat tersebut adalah rantai pengaman yang dipasang pada kedua sisi
di bawah ganco. Rantai pengaman dibuat di Balai Yasa dari bahan baja.
Kehandalan rantai pengaman juga tidak terlalu baik sehingga sehingga
pada saat rangkaian kereta api putus, bisa terjadi rantai pengaman juga
ikut putus.
Dengan digunakannya alat tolak tarik otomatis,
kejadian rangkaian putus sudah sangat berkurang. Disamping itu dengan
digunakannya rem udara tekan maka dampak buruk dari rangkaian putus
sudah diselamatkan dengan pengereman yang otomatis terjadi setelah
rangkaian putus.
Kecuali,
jika rangkaian tersebut seperti pada contoh foto disamping kanan dimana
pada kedua gerbong tidak memiliki selang penghubung untuk sistem rem
udara tekan. Disini pengereman dilakukan secara manual yaitu oleh
petugas rem atau yang biasa juga disebut dengan PLKA. Jika rangkaian ini
ada yang terputus, maka bersiaplah gerbong yang tertinggal akan
berjalan sendiri tanpa kendali. Hanya PLKA yang dapat menghentikannya,
itupun jika ada petugas pada gerbong yang tertinggal. Namun untuk saat
ini fungsi dari rantai pengaman sebenarnya sudah berkurang, dan pada
angkutan batu bara di Sumatera Selatan karena gerbong harus diputar maka
rantai pengaman ditiadakan.
Sambungan Pengereman
Pipa
utama pengereman pada sistem pengereman udara tekan harus tersambung
dari lokomotif hingga kereta atau gerbong terakhir. Sambungan saluran
pengereman antara kendaraan dilakukan dengan alat penyambung yang
terdiri dari selang karet dan penyambung dari logam seperti pada foto
disamping. Pada bagian hulu dari selang karet dilengkapi dengan kran
yang digunakan untuk menutup saluran udara pada ujung rangkaian. Perlu
diperhatian bahwa posisi kran selain pada ujung rangkaian harus terbuka.
Kran pada bagian rangkaian yang bukan ujung yang tidak terbuka akan
menyebabkan saluran udara dalam rangkaian tersumbat dan rem tidak
bekerja dengan sempurna.
Sambungan ini harus kedap udara, karena
tekanan udara 5 atm pada saluran utama tidak boleh bocor. Jika terjadi
kebocoran dan produksi udara tekan dari lokomotif tidak bisa mengimbangi
jumlah kebocoran, maka secara otomatis kereta api akan berhenti. Untuk
mengetahui apakah sambungan pada pipa utama pada seluruh rangkaian sudah
berfungsi dengan sempurna, sebelum rangkaian kereta api dioperasikan
harus dilakukan uji pengereman.
Uji
pengereman dilakukan dengan mengukur tekanan udara di ujung saluran
pengereman pada ujung rangkaian dengan menggunakan manometer. Jika ada
kran yang tidak tertutup, tekanan udara pada ujung rangkaian akan sama
dengan udara luar. Informasi ini penting untuk memastikan bahwa
rangkaian pengereman telah berfungsi dengan sempurna. Jika tekanan udara
pada ujung pipa utama di kereta / gerbong terakhir telah mencapai 5
atam atau minimal 3,5 atm maka sambungan pengereman pada seluruh
rangkaian sudah berfungsi dengan baik.
Sambungan Listrik
Kebutuhan
listrik pada kereta tergantung jenis kereta. Yang banyak membutuhkan
listrik adalah kereta berpenyejuk udara. Untuk keperluan penerangan dan
memutar kipas angin, kereta kelas ekonomi juga memerlukan listrik.
Kereta bagasi juga memerlukan listrik walaupun lebih kecil. Lampu
semboyan akhir rangkaian kereta api juga menggunakan listrik.
Pembangkit
listrik yang ditempatkan di kereta bagasi, besarnya tergantung
kebutuhan. Untuk dapat melayani rangkaian yang seluruhnya terdiri dari
kereta eksekutif berpenyejuk udara, dibutuhkan pembangkit listrik
berkekuatan 300KVA. Penyaluran daya hingga 300KVA ke seluruh kereta
dalam rangkaian, digunakan sambungan listrik seperti diperlihatkan pada
foto disamping. Sambungan listrik dipasang pada ujung kereta dan
disambungkan oleh petugas pada saat kereta disambungkan pada rangkaian.
Panjang Rangkaian
Keunggulan
kereta api adalah dapat mengangkut barang dan / atau orang dalam jumlah
banyak. Kemungkinan mengangkut muatan dalam jumlah banyak dalam sekali
jalan karena kereta dan / atau gerbong dapat disambung-sambung menjadi
rangkaian kereta api yang panjang. Pada angkutan batu bara di Sumatera
Selatan, panjang rangkaian kereta api mencapai lebih dari 600 m, dan di
beberapa Negara bisa mencapai 1,5 km.
Panjang rangkaian kereta api yang bisa dioperasikan tergantung pada :
1. Jumlah muatan dan sifat angkutan
2. Panjang spur di stasiun
3. Kekuatan tarik lokomotif
4. kekuatan alat tolak tarik
Pada
angkutan penumpang ada kebutuhan pelayanan yang lebih banyak sehingga
hampir setiap saat bagi penumpang yang ingin bepergian tersedia jasa
angkutan kereta api. Namun prinsip tersebut tidak mungkin dipenuhi
kereta api seperti jasa angkutan taxi. Disamping itu jumlah penumpang
tidak merata setiap waktu. Jam-jam tertentu penumpang lebih banyak
dibanding jam lainnya. Pada angkutan disekitar dan dalam kota ada jam
sibuk ketika banyak penumpang pergi ke tempat kerja dan pada saat
penumpang pulang kerja. Panjang rangkaian yang harus disediakan
disesuaikan dengan kebutuhan ini. Artinya rangkaian dibuat sepanjang
mungkin sehingga pada jam sibuk semua penumpang dapat terangkut dan
sesering mungkin sehingga waktu menunggu kereta api berikut tidak
terlalu lama. Biasanya ada kompromi untuk memenuhi tuntutan ini. Pada
jam sibuk dibuat rangkaian kereta api yang terpanjang sesuai dengan
panjang spur di stasiun. Pada KRL Jabotabek rangkaian terpanjang terdiri
dari 16 kereta (4 set) dalam satu rangkaian pada jam tidak sibuk
panjang rangkaian dikurangi hingga 4 kereta (1 set) dalam satu
rangkaian.
Pada angkutan barang, frekuensi perjalanan tidak
penting. Jika antara dua kota dapat dilayani satu kali perjalanan kereta
api barang setiap hari sudah memadai. Beberapa kota yang dapat dilayani
dalam satu perjalanan maka gerbong yang melayani kota-kota tersebut
dapat dirangkai menjadi satu rangkaian kereta api. Misalnya angkutan
barang dari Jakarta dengan tujuan Yogyakarta, Solo, Madiun, Surabaya dan
Banyuwangi dapat dilayani oleh satu rangkaian kereta api barang.
Pengaturan
gerbong harus disesuaikan dengan urutan kota tujuan. Gerbong untuk kota
tujuan terjauh diletakkan di belakang lokomotif dan diikuti gerbong
untuk kota tujuan terjauh yang lebih dekat demikian seterusnya. Gerbong
yang diletakkan pada akhir rangkaian adalah gerbong untuk kota tujuan
terdekat yang dilayani.
Mengatasi kekurangan daya tarik lokomotif
bisa digunakan lebih dari satu lokomotif yang penempatannya tergantung
kebutuhan dan daya dukung jembatan. Yang paling mudah adalah dua
lokomotif diletakkan di depan secara berurutan. Cara lain adalah
menempatkan satu lokomotif di tengah atau di belakang rangkaian, cara
kedua dapat dilakukan jika alat kendali jarak jauh bisa dioperasikan
pada kabin lokomotif terdepan.
Batas kekuatan alat tolak tarik
tidak bisa ditawar pada penempatan lokomotif menurut cara pertama. Pada
penyusunan lokomotif cara kedua batas kekuatan alat perangkai tidak
terlalu mutlak karena gaya tarik pada rangkaian berkurang dengan dengan
adanya lokomotif di tengah atau di belakang. Namun cara ini mengandung
resiko gerbong anjlok karena didorong dari belakang.
Kemampuan
emplasemen menerima rangkaian kereta api barang dengan rangkaian panjang
tetap harus diperhatikan karena kereta api tetap harus berhenti di
stasiun dan seluruh panjang rangkaian harus berada di dalam batas yang
aman pada salah satu spur.
Rangkaian Satu Kesatuan
Rangkaian
kereta api harus menjadi satu kesatuan yang tidak boleh terputus selama
rangkaian tersebut menjalankan tugasnya. Konsep tidak boleh terputus
sejalan dengan cara pengoperasian kereta api berdasarkan jarak ruang.
Petak jalan yang ditempati satu rangkaian kereta api harus segera
ditinggalkan untuk memberikan kesempatan kereta api berikutnya
menggunakan petak jalan tersebut. Pengertian dapat digunakan untuk
kereta api berikutnya adalah semua bagian dari kereta api sebelumnya
sudah meninggalkan petak jalan.
Untuk menghindari bahwa stasiun
dan masinis tidak mengetahui bahwa ada bagian dari rangkaian yang
tertinggal, diisyaratkan pada bagian paling belakang rangkaian kereta
api untuk dipasang semboyan “Tanda Akhiran Kereta Api” atau lebih
dikenal dengan sebutan “Semboyan 21”. PPKA harus melihat bahwa kereta
api yang tiba atau berlalu pada stasiunnya mempunyai Semboyan 21 pada
bagian belakang. Jika tidak tidak nampak semboyan tersebut berarti ada
bagian rangkaian yang tertinggal pada petak jalan dan PPKA tidak boleh
menyatakan bahwa petak jalan yang telah dilalui kereta api yang baru
datang atau baru berlalu, sudah aman.
Berikut ini adalah contoh dari semboyan 21 :
*)
Jika pada siang hari semboyan 21 berbentuk eblek berwarna merah yang
diletakkan pada dinding kereta atau gerbong bagian belakang.
*) Sedangkan pada malam hari semboyan 21 merupakan lampu menyala berwarna merah yang terdapat
pada kereta bagian belakang. Walaupun pada umumnya eblek berwarna merah
tetap terpasang. Sementara untuk gerbong biasanya tidak memiliki lampu,
jadi tetap menggunakan eblek merahnya.
Semboyan akhir rangkaian
tentu sengaja diposisikan seperti ini agar memudahkan masinis untuk
mengetahui dan merasakan ada kereta atau gerbong yang lepas, terlebih
jika gerbong atau kereta yang putus hanya beberapa dari kereta atau
gerbong paling belakang.
Dengan menggunakan rem udara tekan
kebutuhan akan semboyan akhir rangkaian sebenarnya tidak lagi diperlukan
karena masinis akan mengetahui jika rangkaian putus. Jika mekanisme rem
udara tekan berfungsi dengan baik, pada saat rangkaian putus maka kedua
bagian yang putus akan terhenti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar